Jumat, 09 November 2018

Mom Jangan lupa cek Hp Anak kita ya

Tahun ini adalah tahun kedua saya mengajar murid saya si A, si B, si C, dan si D. Mereka dulu anak anak saya di kelas 7. Sekarang di kelas 9 kami ketemu lagi meski saya sudah bukan wali kelas mereka lagi.

Entah mengapa dari awal tahun ajaran baru saya merasa sulit sekali menjalin kedekatan dengan mereka. Sifat mereka sangat berbeda dibandingkan saat mereka di kelas 7. Tidak lebih berkembang atau maju selayaknya anak dari kelas 7 ke kelas yang lebih tinggi, tapi seperti ada barier yang menghalangi saya untuk menyentuh dasar hatinya. Apa saya guru lebai....mungkin, tapi saya lebih suka mengajar dengan hati daripada sekedar bagi materi dan selesai.

Saya seperti melihat sosok lain dari cara mereka berbicara, dari cara mereka memandang, dari cara mereka bersikap di dalam kelas, dari semua yang saya ingat di kepala mereka berubah. Sempat berpikir sudahlah toh mereka bukan anak2 wali saya lagi.

Sampai akhirnya muncul masalah 1, muncul masalah 2, muncul masalah 3, dan masalah masalah berikutnya yang selalu melibatkan mereka. Selalu dimaklumi dan dimaafkan. Selalu diberi kesempatan untuk dibina. Sampai akhirnya saya menyerah pada salah satu dari mereka. Orang tuanya pun -maaf- labil sekali sulit sekali diajak kerjasama. Sering marah2 dengan kasar tapi disisi lain sering juga membela anaknya yang salah. Daripada pusing lebih baik saya anggap saja anak ini nggak ada masalah di depan mata saya. Energi ini rasanya habis dan saya merasa dibohongi saat mereka berkonspirasi (hadeuh bahasa apa ini) tidak mau mengakui kenakalan apalagi memperbaikinya. Sudahlah nak....hidupmu adalah tanggung jawabmu.

Lalu tiba2 munculah masalah itu, masalah yang menurut saya muncul karena kebodohan mereka yang cuma mau berusaha jadi jagoan, terlihat keren di ig lewat foto dan video mereka. Seandainya mereka tau apa yang mereka lakukan bisa membahayakan nyawa mereka dan juga keselamatan kami guru dan teman2nya. Oh nak....otak limbicmu masih memiliki porsi terbesar dari setiap tingkah lakumu, seandainya saya dengan mudah bisa memahaminya. Tapi lagi2 saat kami tegur senyum-senyum meremehkan terukir di bibir mereka. Saya seperti melihat setan....
Sampai saya berteriak dalam hati Tuhan tolong saya mengapa tiba-tiba hati saya kehilangan kasih yang seharusnya saya bagikan untuk mereka.

Masalah semakin melebar kesana kemari saat guru mulai mengecek hp dari grup mereka. Saya shock mendengar dari guru2 lain apa yang mereka bicarakan dalam grup, apa yang mereka tonton, dan apa yang mereka perbuat. Ya Tuhan ngeri sekali melihat pengaruh internet dan mudahnya akses informasi sekarang ini.
Semakin sedih saat salah satu murid berkata "Bu saya sudah belain mereka, tapi apa balasan mereka malah saya jadi korban" Miris sekali mendengarnya.

Semoga cerita ini bisa menjadi pelajaran untukmu nak dan untuk ibu, bahwa tidak ada gunanya membela otak si jahat, karena suatu saat dia juga akan memangsamu.

Pertemuan hari ini membuka mata para orangtua murid dengan respon yang beragam tentunya. Saya tidak bisa menuntut orang tua untuk ngamuk2 seperti saya yang rasanya sudah mau pecah.

Satu hal penting yang saya dapatkan dari masalah ini, adalah betapa pentingnya orangtua sesekali untuk mengecek hp putra-putri nya, karena terkadang yang tdk pernah melintas  di kepala ternyata bisa terjadi pada anak-anak kita.

Rabu, 09 Mei 2018

Mencuci wadah bekas adonan sabun home made

Jadi ceritanya kemarin sore, saya dan si kakak praktek membuat sabun mandi sendiri. Tutorial buat sabun ya nyusul aja ya teman....lagi pula resep sabun dan tutorialnya sudah bertebaran di mana mana, cukup tanya si uncle google aja.

Hal yang harus diperhatikan kemarin, adalah saat melarutkan caustic soda alias NaOH ke dalam air. Karena tidak mau mengorbankan banyak wadah plastik, saya pakai botol bekas air mineral untuk buat larutan NaOH, pikir saya karena botol ini panjang dan dalam pasti aman. 
Jadi setelah NaOH dimasukan dalam botol berisi air dan saya goyang2 (serasa lagi bikin larutan menggunakan labu ukur), seperti biasa pasti suhu naik. Dan....yang saya tidak duga adalah botol bekas itu mulai mleyot2 karena kepanasan. Haaaa.....

Jadi terpaksa deh ganti wadah, dan mesti sabar. Kenapa harus sabar?
Setelah saya hitung jumlah bahan yang akan saya gunakan dengan lye calculator, saya dapat jumlah liquid yang harus digunakan adalah 100 gram. 
Tadinya 40 gramnya berupa air yang akan saya pakai untuk melarutkan lye dan sisanya saya dapatkan dari gel lidah buaya.
Ternyata larutan mulai jenuh dan sulit sekali melarutkan flake NaOH yang tersisa meski sudah di aduk lama sampai pegel...akhirnya air di tambah dan jumlah gel lidah buaya dikurangi 10 gram. Masalah terselesaikan.

Langkah-langkah selanjutnya lancar2 saja meski di selingi adegan rebutan mau ngaduk adonan. Si kakak kekeuh pegang spatula sambil berlaga jadi youtuber yang lagi buat video tutorial. Semoga tercapai ya kak cita2nya He..He...

Nah Maslah lain muncul ketika saya mau mencuci wadah bekas membuat adonan. Kebetulan wastafel penuh cucian piring (eaaaa ketawan males ya), saya agak riskan bergerak takut kesenggol wadah kena bekas NaOH. Akhirnya ambil cuka, tuang sedikit setelah wadah di bilas.

Masih nggak yakin juga, akhirnya saya ambil bunga Torenia di halaman rumah.
Buat apa? Buat bikin indikator alami, untuk mengetahui sifat larutan asam atau basa atau netral.

Caranya:
cukup ambil 3 bunga Torenia masukkan ke wadah (saya pakai cup agar) tambah air lalu di haluskan (alias di krues krues pakai tangan aja).
Lalu larutan Torenia saya bagi ke empat wadah.
Wadah 1: hanya larutan indikator saja
Wadah 2: larutan indikator + sedikit sabun mandi yang biasa di pakai di rumah warnanya putih (larutan basa)
Wadah 3: larutan indikator + air rendaman wadah bekas membuat sabun
Wadah 4: larutan indikator + cuka

Dan taraaaaaa....ini hasilnya








Jadi kesimpulannya warna Torenia
Dalam air ungu
Dalam Basa biru
Dalam asam bening pink

Warna larutan rendaman ungu menuju bening artinya biasanya sudah dinetralkan oleh asam cuka, malah larutan tersebut cenderung asam karena warna larutannya cenderung bening. Berarti si wadah aman untuk bersentuhan dengan kulit.

Mari cuci piring....
"Walah Bu..Bu...mau cuci piring aja ribet banget"
"Biarin duooong yang penting saya seneng, bisa kasih lihat sikakak ungu campur kekuningan itu bisa jadi bening, padahal bukan sulap bukan sihir, cuma cuka apel tambah Torenia aja"

Nanti setelah sabun jadi, saya akan menulis review nya ya guys (gaya youtuber nya kakak)


Minggu, 08 April 2018

Camping Keluarga (lagi) di Mandalawangi

Sebenarnya ini sudah pengalaman berkemah yang kesekian kalinya, hanya saja yang kemarin2 nggak sempat di tulis di blog.

Sebelumnya saya, suami, dan si kakak pernah camping hanya bertiga di Mandalawangi Cibodas. Pengalaman awal ini meninggalkan kesan baik yang membuat saya kangen ingin balik lagi kesini.

Puji Tuhan keinginan itu bisa terwujud juga. Awal April 2018 kami berenam bisa berangkat ke Mandalawangi.

Awalnya kakak ipar, kelihatan keberatan dengan tujuan camping yang saya usulkan. Maklum, sebelumnya kami punya pengalaman kurang enak saat saya ajak mereka camping di Sukamantri.
Waktu berkemah di Sukamantri, kami datang saat camping ground sudah penuh oleh siswa2 SMU juga TNI. Alhasil kita kebagian tempat nyempil seupil. Belum lagi salah belok saat perjalanan menuju camping ground tersebut, membuat kami harus lewat jalan berbatu yang jaraknya 2-3 kali lebih jauh dari jalan berbatu rute normalnya.

Si kakak ipar maunya camping ke Bandung lagi. Dalam pikiran saya langsung terbayang perjalanan panjang dan lammmmaaaa dan pegaaal dan lelaaaaah.
Akhirnya diputuskan kalau mereka ke Bandung kami tidak ikut, kami akan tetap berkemah ke Mandalawangi lagi. Akhirnya seperti di awal tadi mereka mengalah, dan kami berenam pergi juga kesana.

Kami berangkat dari Depok hari Minggu siang, sekitar jam 12.00 kami masuk pintu tol Cibinong. Perjalanan lancar jaya karena boleh dibilang minim sekali kendaraan menuju ke puncak. Kebetulan memang 4 hari sebelumnya ada berita yang menyebutkan kalau jalan dari gunung mas sampai Ciloto ditutup karena longsor. Namun pak suami sudah browsing kata beliau hari ini jalanan sudah dibuka khusus untuk kendaraan kecil.
Syukurlah ternyata memang sudah bisa dilalui meski dengan perasaan dag dig dug karena jalanan menyempit di beri pembatas beton.

Kami tiba di Mandalawangi sekitar jam 1 lewat disambut hujan dan perut keroncongan. Banyak orang yang baru keluar dari camping ground. Saya bilang pada pak Suami agar menunggu sebentar sampai hujan reda juga supaya semakin banyak yang pulang agar kami lebih bebas memilih lokasi kalau sudah sepi.

Sekitar jam 14.00 kami masuk dengan memakai jas hujan kresek yang kami beli di parkiran. Kalau di Depok jas hujan seperti ini harganya hanya 10rb tapi disini jadi 15rb. Yah namanya juga tempat wisata ya kebanyakan barang2 jadi mahal.

Minta bantuan poter untuk mengangkat barang bawaan, biasa kalau camping sama keluarga kan seperti pindahan.
Pak Suami lagi2 memilih blok damar.
Ditemani rintik hujan kami segera memasang tenda dan fly sheet.

Tenda kami berhadapan, kakak saya pakai Consina saya pakai great outdoor.


Setiap orang punya cara berbeda dalam memilih liburan. Beberapa teman sering mempertanyakan kenyamanan kami menghabiskan waktu liburan dengan berkemah. 'Ah gue dah sering camping jaman sekolah dan kuliah dah bosen sengsara' itu salah satu komentar yang kerap saya dengar. Sengsara camping saat muda normal alias lumrah, tapi kalau camping bareng keluarga dengan anak kecil dan balita ya jangan sengsara...
Makanya jangan heran bawaannya segambreng kaya orang pindahan, kalau ada yang bilang repot....ya tergantung mind setnya ya...(eaaaa.....mind set cuy).

Supaya anak nyaman saya bawa sleeping bag, kasur angin, dan bawa pompa juga (jaman sekarang pompa kan ringan jadi nggak perlu takut).
Makanan hari pertama kami beli dari warung nasi Padang Cibinong (bekelnya tetep beli), hari kedua kami buat sop bakso, telur kornet, pisang goreng (bawa pisang dari rumah) dan roti untuk camilan, jangan lupa teh juga kopi. Hari ketiga (Selasa) kami sarapan mie beres2 tenda lalu makan siang nasi goreng di warung sebelah tenda. Nggak sengsara kan....malah nikmaaaat sekali bisa makan bareng di udara terbuka.

Kalau orang camping senangnya ngobrol2 di malam hari, saya sih pengennya juga gitu, tapi mata ini nggak pernah bisa diajak kompromi, sebelum jam 9 malam pasti saya sudah terlelap, waduh penyakit banget deh.

Pengalaman pagi yang paling berkesan adalah nyanyian burung bersama munculnya sinar matahari pagi, nah ini momen favorit saya. Segera buka tenda dan rasakan sejuknya udara pegunungan.

Selanjutnya eksplor lingkungan sekitar banyak yang cantik cantik bisa dilihat disini. Bolak balik bersyukur dapat anugrah luar biasa bisa merasakan keindahan alam ciptaanNya.





Kalau si kakak fio paling suka main di sungai


Kata ibu pemilik warung, jam 11 malam biasanya sungai ramai karena banyak penduduk sekitar yang mancing lobster.....wow informasi baru.

Kalau pak suami senangnya tiduran di hamock, ngopi dan ngobrol di warung sama Abah.

Next time, mari pasang tenda di pinggir sungai untuk mancing lobster air tawar

Sabtu, 07 April 2018

Camping bareng Keluarga

Lupa bermula dari mana saya mendapatkan informasi tentang camping untuk keluarga, yang jelas sebelum rencana camping bareng keluarga terwujud saya sering browsing sana sini tentang manfaat dan tempat2 untuk camping. Setelah itu disosialisasikan ke suami, kakak,dan grup keluarga besar.

Sempat menunggu sekitar 2 tahun (wew sampai jamuran) biasa karena jadwal susah banget sinkron antara satu dengan lainnya.

Akhirnya 11 Agustus 2017 kami ada 4 keluarga berangkat juga ke Ranca Upas di Bandung Selatan. Dari Depok berangkat jam 10an malam, bisa dibayangin ngantuk luar biasa berusaha tetap terjaga menemani pak Suami nyetir.  Menurut Google Map waktu perjalanan 5 jam tapi kenyataannya kami butuh waktu sekitar 6 jam. Maklum rute baru, apalagi begitu sudah dekat, suasana gelap sekali belum lagi jalanan yang menanjak bikin pak Suami harus hati2.

Dan pengalaman pertama camping ini tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup.
Menurut perhitungan awal kami akan berangkat setelah magrib sampai sana diperkirakan tengah malam, karena khawatir tidak ada penyewaan tenda di tengah malam, akhirnya kami sepakat sewa tenda dari Depok.
Begitu sampai sana, angin dan udara dingin (serius dingin) langsung menyambut kedatangan kami, segera bongkar2 tenda sewaan. Tidak lama tenda berdiri pasang matras dan kasur Palembang (niat banget kaya orang lagi ngungsi), semua langsung masuk ke tendanya masing2.
Si Akong ketawa-ketawa katanya "tidur di rumah enak2 ini kok malah tidur kaya di mainan anak-anak". Ah Akong sabar dulu mungkin setelah ini Akong akan menemukan sesuatu yang berkesan.

Baru masuk tenda sebentar dan.......matahari terbit eaaaa, masih belum capek hilangnya.

Pagi hari baru terlihat jelas banyak sekali tenda yang sudah berdiri, dan sampai sore hari saya perhatikan masih banyak sekali orang datang untuk camping bareng keluarga. Sempat heran ternyata peminat camping keluarga banyak sekali ya....Ternyata oh ternyata jadwal kami camping berbarengan dengan jadwal camping K3I (Komunitas Kemah Keluarga Indonesia)

Bisa dibayangin dong kelompok berpengalaman dan kami 4 keluarga yang baru pertama kali camping. Mereka rata2 pasang tenda ukuran besar dengan tambahan fly sheet. Sementara tenda kami bener2 kaya tenda mainan anak, cuma single layer warna warni dengan ukuran standar  untuk 3 keluarga dan ukuran kecil untuk keluarga saya T.T   Kenapa keluarga saya dapet ukuran yang  berbeda? Jadi ceritanya begitu ada rencana mau camping, seorang sepupu suami meminjamkan tenda. Waktu di coba di ruang tamu si tenda kelihatan besar, begitu di pasang di lapangan OMG imut banget. Alhasil saya suami dan kakak umpek2an di dalam tenda.
Terus apalagi perbedaannya? Persiapan makanan. Kok tau, ya iyalah kan kami tetanggaan dengan mereka, toples2 Tupperware aneka warna dan aneka isi (sebenernya penasaran banget pengen tau isinya biar lain kali kalau camping bisa nyontek cara mereka) lengkap dengan meja makan lipatnya.
Pastinya persiapan yang lengkap itu tentu saja bertujuan agar anak2 nyaman. Kemah sengsara cukup untuk bapak sama ibu aja jaman muda, kalau bareng anak2 tujuannya kan lebih ke tamasya keluarga dan mengenal alam, jadi kesejahteraan anak harus tetap terjaga. Setuju ibu ibu ya....
Untuk persiapan makan, kami membawa  lumayan banyak, setiap keluarga kalau bawa makanan hitungannya dikali 4, jadi boleh dibilang persiapan makanan berlebih. Ini juga nggak baik siy karena kurang komunikasi jadi bawaannya tambah ribet tapi nggak kepakai. Tapi seperti emak2 yang sayang anak pasti mikirnya 'daripada kurang'

Kegiatan apa saja yang bisa dilakukan disana? Kayaknya kalau browsing sana sini sudah jelas banget, saya hanya ingin menambahkan dengan camping bareng, waktu ngobrol bareng keluarga jauuuuuuuuuh lebih panjang. Dan kita makan bareng terus 😁
Satu hal yang perlu diperhatikan kalau ke Ranca Upas adalah hawa dinginnya, kalau nggak kuat dingin seperti saya sebaiknya siang hari pakai kaos lengan panjang, jadi meski matahari terik tapi anginnya kencang dan dingin. Dan jangan lupa untuk ibu ibu yang suka masuk angin bawa koyo ya...tempel dipusat biar perut nggak kembung ☺

Berikut beberapa fotonya